Bau mulut (halitosis) merupakan suatu fenomena yang cukup sering terjadi di kalangan masyarakat. Menurut penelitian Hughes dan McNab, 30% populasi di dunia pernah mengalami bau mulut. Bau mulut disebabkan dari sisa makanan yang tertinggal di rongga mulut. Sisa-sisa makanan tersebut di hidrolisis oleh bakteri Gram negatif anaerob. Bakteri ini memecah protein dengan cepat hingga banyak deposit sulfur dan menyebabkan aroma yang tidak enak.
Banyaknya orang yang mengalami fenomena tidak nyaman ini mendorong salah satu dosen Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia yaitu, Dr. Asni Amin untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Studi Aktivitas, Identifikasi Dan Prediksi Mekanisme Senyawa Dari Ekstrak Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) Sebagai Penghilang Bau Mulut”.
Buah Kepel merupakan salah satu jenis buah langka dari Indonesia yang belum dibudidayakan hingga saat ini. Buah kepel secara tradisional digunakan oleh Putri Keraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai penghilang bau mulut, deodoran, dan dapat mengharumkan air seni. Khasiat dari buah dipercaya dapat dirasakan setelah dikonsumsi.
Dalam disertasi yang ditulis Dr. Asni Amin, ia menyatakan bahwa buah Kepel dapat dapat digunakan dalam terapi pengobatan bau mulut dengan mekanisme mengurangi atau menghambat senyawa metil merkaptan. Ekstrak dan fraksi buah Kepel dapat menyerap bau mulut dengan menurunkan nilai metil mekaptan dan dimetil sulfida.
Dari penelitian yang dilakukan Dr. Asni Amin, ekstrak dan fraksi buah Kepel dapat menghilangkan bau mulut dengan penghambat bau dan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau mulut. Namun, untuk mendapatkan senyawa aktif penghambat tersebut, diperlukan isolat dengan jumlah banyak. Faktor ketidakstabilan fraksi buah Kepel yang diisolasi menjadi kendala utama pula untuk mendapatkan senyawa yang dapat dieludasi strukturnya.