Lawan Hoax Virus Corona Varian Omicron, Fakultas Farmasi UI Adakan Talkshow untuk Masyarakat

Search
Close this search box.

Lawan Hoax Virus Corona Varian Omicron, Fakultas Farmasi UI Adakan Talkshow untuk Masyarakat

Pada hari Sabtu, 18 Desember 2021, Fakultas Farmasi UI (FFUI) mengadakan Talkshow Anti-hoax dengan tema “Virus Corona Varian Omicron: Apa dan Bagaimana Menghadapinya?” melalui kanal Youtube FFUI. Talkshow tersebut mengundang 3 narasumber ahli yaitu Prof. Dr. apt. Maksum Radji, M.Biomed, apt. Tri Kusumaeni, S.Si., M.Pharm dan dr. Hario Baskoro, Sp.P., Ph.D. Acara talkshow dipandu oleh apt. Nadia Farhanah Syafhan, M.Si., Ph.D yang merupakan Dosen Fakultas Farmasi UI dan Apoteker Klinis RSUI.

Pada awal acara, apt. Nadia menjelaskan bahwa kegiatan talkshow anti-hoax ini merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang didanai oleh Hibah Penugasan Pengabdian Masyarakat DPPM UI tahun 2021. Setelah sesi pertama di bulan Juli kemarin FFUI mengangkat tema hoax interaksi obat, kali ini talkshow dengan pakar mengupas tema virus corona varian omicron yang sedang ramai di masyarakat.

Pendapat ahli mikrobiologi dan pemerhati vaksin, Prof. Maksum yang juga merupakan purnabakti Guru Besar FFUI, menjelaskan bahwa mutasi virus normal terjadi pada proses replikasi virus. Tidak semua mutasi menyebabkan virus lebih berbahaya, data yang ada rata-rata hanya 4% mutasi yang membuat virus lebih berbahaya. Terjadinya infeksi virus yang berbeda pada saat bersamaan juga berpotensi menyebabkan mutasi pada virus. Virus sendiri membutuhkan inang untuk replikasi sehingga tujuan vaksinasi mencapai herd immunity berperan penting untuk memberi kekebalan inang.

Varian omicron mengalami mutasi signifikan pada gen S pembentuk spike virus. Salah satu tanda awal pada pemeriksaan PCR seseorang terinfeksi varian omicron adalah hasil PCR pada gen S tidak menunjukkan hasil positif, namun gen nukleokapsid dan envelope positif. Prof. Maksum juga menjelaskan bahwa replikasi varian omicron pada saluran pernafasan 10x lebih cepat dari varian yang lain, namun di paru-paru replikasinya lebih lambat yang menyebabkan varian omicron lebih cepat menular namun keparahannya tidak signifikan. Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan dari dr. Hario dan apt. Tri Kusumaeni bahwa tidak ada peningkatan jumlah pasien COVID yang dirawat di RSUI dan RSUP Persahabatan. dr. Hario menyatakan penyebaran varian omicron tidak dapat langsung dihubungkan dengan peningkatan jumlah pasien COVID yang dirawat di rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini varian omicron hanya menimbulkan gejala ringan yang tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Hario sebagai dokter spesialis paru yang berpraktik di RSUI menekankan bahwa masyarakat harus berhati-hati dalam mencerna informasi yang beredar di media sosial. Salah satu ciri khas info hoax adalah tidak disertakannya sumber rujukan terpercaya dan judulnya dibuat bombastis. dr. Hario membantah informasi varian omicron menyebabkan gangguan pada jantung dan stroke karena tidak sesuai dengan bukti kasus yang ada.

apt. Tri Kusumaeni, yang berpraktik di RSUP Persahabatan, membantah informasi bahwa varian omicron muncul disebabkan efek samping vaksin COVID. “Tidak ada bukti terkait hal itu. Justru sebaliknya, dengan pemberian vaksin, keparahan COVID menurun” imbuhnya. Prof. Maksum menambahkan bahwa kasus pasien meninggal yang disebabkan varian omicron di Inggris juga ternyata ditemukan yang bersangkutan tidak pernah menerima vaksin. Saat ini, tidak ada vaksin merk khusus yang ditujukan untuk menambah kekebalan menghadapi varian omicron.

Hingga saat ini belum ada perubahan terkait pengobatan pasien COVID di Indonesia walaupun ada berbagai varian virus corona. Obat antivirus baru yang diberitakan sebagai obat per oral untuk COVID masih terus diteliti khasiat dan keamanannya. Belum ada klaim khusus yang menyatakan efektivitas obat tertentu pada varian omicron. Pengobatan yang ada saat ini banyak menekankan pada terapi simptomatis.

apt. Tri Kusumaeni menekankan masyarakat jangan membeli obat-obat keras dengan resep dokter seperti antibiotik dan antivirus secara mandiri untuk mencegah dan mengobati COVID. Prof. Maksum juga menjelaskan bahwa upaya meningkatkan kekebalan lebih baik dilakukan secara aktif melalui vaksinasi.

Ketiga narasumber menekankan bahwa vaksinasi membantu meningkatkan kekebalan namun kewaspadaan tetap harus ditingkatkan untuk mencegah penularan varian omicron. Dengan melakukan vaksinasi berarti kita telah ikut melindungi kelompok masyarakat yang tidak bisa menerima vaksinasi seperti lansia atau bayi. Dalam menghadapi kondisi pandemi dengan munculnya varian omicron, masyarakat diharapkan lebih bersabar, menerapkan protokol kesehatan, jangan panik, melakukan vaksinasi lengkap, berdoa, dan terus berprasangka baik pada Tuhan Yang Maha Esa.