Lebih dari 500 Peserta Hadiri ASEAN-Japan RMP 2023, Kolaborasi FFUI Bersama BPOM RI dan PMDA Japan

Cari
Tutup kotak pencarian ini.

Lebih dari 500 Peserta Hadiri ASEAN-Japan RMP 2023, Kolaborasi FFUI Bersama BPOM RI dan PMDA Japan

Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) berkolaborasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dan Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) Japan menggelar “ASEAN–Japan Risk Management Plan (RMP) Symposium and Seminar 2023”, pada 24–26 Mei 2023, di Grand Ballroom Ayana Midplaza, Jakarta. Kegiatan yang didanai oleh Pemerintah Jepang melalui Japan–ASEAN Integration Fund (JAIF) dan didukung oleh ASEAN Secretariat (ASEC) ini bertujuan untuk meningkatkan upaya harmonisasi regulasi obat di antara ASEAN Member States (AMS).

Dalam sambutan pembukanya, Sekretaris Universitas, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D., mengatakan bahwa masyarakat dunia sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 selama kurang lebih tiga tahun, baik dalam bidang ekonomi maupun sosial. Saat pandemi melanda, Indonesia belum memiliki tingkat resiliensi terhadap pandemi yang memadai, khususnya dalam bidang kesehatan, karena belum meningkatkan kapasitas dan kemampuan untuk membuat vaksin, obat, bahkan atribut pelindung seperti masker pada saat itu. Kondisi tersebut terjadi karena Indonesia masih harus mengimpor material yang dibutuhkan untuk memproduksi alat-alat kesehatan.

“Universitas Indonesia berkomitmen penuh untuk memberikan kontribusi yang berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya kegiatan ini, kami berharap peluang kerja sama dan kolaborasi dengan para ahli dan praktisi di bidang farmasi dan kesehatan dari seluruh dunia dapat terbuka. Semoga kegiatan ini dapat menginspirasi seluruh peneliti, ahli, dan praktisi yang hadir untuk menciptakan teknologi baru yang bermanfaat dalam produksi obat-obatan yang aman dan berkualitas baik,” ujar  dr. Agustin.

Dekan FFUI, Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si., menyebut bahwa ini adalah kali kedua, FFUI dipercaya sebagai implementing agency bersama BPOM RI dan PMDA Japan. Setelah sebelumnya diadakan secara daring, tahun ini simposium diselenggarakan secara hybrid, serta diikuti oleh lebih dari 500 peserta tatap muka dan daring. “Dalam kegiatan ini, ada 40 peserta regulasi dari 10 negara anggota ASEAN yang mengikuti seminar selama dua hari, yaitu pada 25–26 Mei 2023. Peserta seminar berasal dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam,” kata Prof. Arry.

Sementara itu, Ambassador of Mission of Japan to ASEAN, Masahiko Kiya, menyampaikan apresiasi kepada UI, BPOM RI, dan PMDA Japan yang telah menyelenggarakan simposium ini dan berterima kasih kepada seluruh narasumber yang telah berpartisipasi. Menurutnya, acara ini adalah kesempatan yang baik bagi pihak dari ASEAN dan Asia untuk mengambil peran dalam upaya memajukan kesehatan dunia.

Ambassador of Mission of Japan to ASEAN, Masahiko Kiya

Menurut Masahiko, dengan adanya pandemi Covid-19, masyarakat ASEAN dan dunia akhirnya menyadari bahwa sistem kesehatan global perlu dibangun untuk menyelamatkan nyawa manusia. Sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pertemuan G7 di Hiroshima, kesehatan global adalah salah satu agenda penting yang perlu diperhatikan, selain isu pangan, energi, dan iklim. Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang bagaimana menguatkan arsitektur kesehatan global sebagai upaya untuk menangani pandemi yang dapat muncul di masa mendatang.

Keseluruhan proyek antara ASEAN dan Jepang ini akan berfokus untuk memajukan kegiatan harmonisasi global tentang peraturan kefarmasian terkait produk obat. Ketika peraturan khusus suatu negara berlaku, pengujian dan pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan sebelum produk dapat disetujui. Hal ini memperpanjang periode peninjauan dan meningkatkan biaya, bahkan menyebabkan tertundanya akses pasien ke obat. Oleh karena itu, harmonisasi peraturan kefarmasian berperan penting untuk menghilangkan hambatan teknis dalam peredaran obat tanpa mengurangi kualitas ataupun keamanan obat.

Obat-obatan yang efektif dan aman diperlukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, sehingga sudah menjadi tanggung jawab regulator dunia untuk memastikan akses yang cepat dan tepat. Maka dari itu, harmonisasi global tentang persyaratan peraturan teknis untuk persetujuan produk obat dan kerja sama antarpihak berwenang sangat penting untuk mewujudkan tinjauan produk dan pertukaran informasi keselamatan yang efisien.

Dengan adanya upaya bersama ini, Wakil Ketua BPOM RI, Dra. apt. Togi Junice Hutadjulu, MHA, optimis para peserta simposium dari negara-negara anggota ASEAN akan memperoleh manfaat dan informasi terkini dari para ahli serta pengalaman yang dibagikan dalam symposium ini. “Kami mendorong semua peserta untuk menciptakan interaksi yang hidup dari diskusi-diskusi yang bermanfaat,” kata Dra. Togi.