Depok, 2 Agustus 2024 – Fakultas Farmasi Universitas Indonesia berkolaborasi dengan Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) sukses menggelar Preceptor Training Program di The Margo Hotel, Depok, pada hari Rabu (31/07/2024). “APTFI bekerjasama dengan FFUI melalui kegiatan ini bermaksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan farmasi di Indonesia melalui pelatihan preceptor yang komprehensif dan interaktif. Kami berharap para peserta dapat memanfaatkan dengan baik kesempatan ini untuk berdiskusi dengan para narasumber hari ini”, ungkap Prof. Dr. apt. Yandi Syukri, M. Si, Ketua APTFI.
Acara ini berhasil mengumpulkan 160 peserta yang berasal dari 73 universitas di seluruh Indonesia. Angka ini menunjukkan antusiasme yang tinggi dari kalangan akademisi farmasi di Indonesia. Dari total peserta, sekitar 60 universitas telah memiliki program studi farmasi, sedangkan 10 universitas lainnya tengah berupaya untuk mendirikan program studi farmasi. Kehadiran mereka dalam acara ini membuktikan komitmen bersama untuk mencetak generasi preceptor yang kompeten bidang farmasi.
Pelatihan ini menghadirkan para pakar terkemuka dari University of Illinois Chicago (UIC) College of Pharmacy, yaitu Alan Lau, Pharm.D., FCCP, FNAP, seorang Professor dan Director dari International Clinical Pharmacy Education di UIC College of Pharmacy. Tidak hanya itu, acara ini juga mendatangkan dua Clinical Assistant Professor di UIC College of Pharmacy yang juga merupakan Clinical Pharmacist, yaitu John Shilka, Pharm.D., BCPS, BCACP dan Daphne E. Smith Marsh, PharmD, BC-ADM, CDCES. Tidak ketinggalan, pelatihan ini turut menghadirkan narasumber nasional yaitu apt. Elida Zairina, S.Si., MPH., Ph.D. Beliau merupakan Dosen di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Pada pemaparannya, Elida menyampaikan poin penting terkait evolusi Pendidikan Farmasi di Indonesia yang mencakup reformasi kurikulum, akreditasi dan penjaminan mutu, integritas teknologi, dan kolaborasi internasional. Keempat poin ini harus dijalankan bekesinambungan untuk mencetak lulusan Apoteker yang terbaik dan berkualitas tinggi.
”4 poin penting dalam proses Pendidikan Farmasi di Indonesia mencakup reformasi kurikulum yang memasukkan lebih banyak konten klinis untuk mempersiapkan lulusan terbaik di pelayanan kesehatan. Akreditasi dan penjaminan mutu juga perlu dilakukan untuk memenuhi standar yang disyaratkan dan memberikan pelatihan berkualitas tinggi kepada lulusan. Peningkatan literasi digital dan integrasi teknologi, seperti penggabungan perangkat e-learning ke dalam kurikulum, dapat mendukung kumadahan dalam proses pembelajaran, terutama secara online. Adanya Kolaborasi Internasional, seperti program pertukaran mahasiswa, proyek penelitian bersama dan konferensi global, akan meningkatkan kualitas dan memberikan paparan terhadap praktik terbaik tingkat global”, ujarnya.
Prof Alan, pada pemaparannya membahas tentang pentingnya memperhatikan manajemen pengobatan kepada para pasien yang dinilai secara individual. Praktik ini penting untuk menentukan bahwa setiap obat sesuai untuk pasien, efektif untuk kondisi medisnya, aman dengan mempertimbangkan penyakit penyerta dan obat lain yang diminum, serta dapat dikonsumsi pasien sesuai peruntukannya.
“Praktik perawatan pasien langsung melibatkan observasi langsung apoteker terhadap pasien dan kontribusi/tanggung jawab apoteker dalam memilih, memodifikasi, dan memantau terapi obat khusus pasien. Penting juga untuk mempraktekkan pendidikan berdasarkan pengalaman (experiential education) yang mengarahkan mahasiswa harus secara aktif terlibat dalam kegiatan dengan konsekuensi nyata. Adanya interaksi langsung dan melibatkan semua indera pembelajar dapat memaksimalkan potensi pembelajaran”, kata Prof Alan.
Lebih lanjut, Daphne menjelaskan Layered Learning Model dimana mahasswa dapat mengajar atau mengarahkan mahasiswa lainnya (yang lebih junior) ke dalam clinic flow. “Terdapat lima tahapan layered learning model yang dapat diimplementasikan di institusi masing-masing, antara lain orientasi, preexperience planning, implementasi, post-experience, dan evaluasi. Proses ini memungkinkan mahasiswa mendapat feedback dari mahasiswa lainnya tentang pengalaman yang didapat oleh mereka dan mahasiswa akan lebih mudah mengidentifikasi kesulitan mereka dengan sesame pembelajar”, ungkapnya.
Selaras dengan Daphne, John menyampaikan tentang peran preceptor berdasarkan American Society of Health-System Pharmacists (ASHP). “Peran preceptor menurut AHSP yaitu memberikan instruksi atau pengajaran langsung kepada mahasiswa, sebagai model, pelatih, serta fasilitator”, ujarnya.
Pengajaran langsung/memberikan instruksi bertujuan untuk mengisi informasi yang diperlukan oleh mahasiswa sebelum mereka mempraktekkan langsung kepada pasien. Pemodelan mengarahkan mahasiswa untuk dapat memebahkan masalah serta memperhatikan tidakan yang diamati oleh pengajar. Pembinaan/pelatihan mengarahkan mahasiswa untuk mendapat pembelajaran secara langsung dengan pengalamannya sendiri sembari dibimbing oleh dosen. Terkhir, peran sebagai fasilitator yaitu membiarkan mahasiswa belajar secara mandiri sehingga mereka telatih untuk yakin akan kemampuannya sendiri namun tetap berada disampingnya untuk mengarahkan.
Preceptor Training Program ini didukung penuh oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) yang menunjukkan komitmen mereka terhadap kemajuan pendidikan farmasi di Indonesia. Selama program ini, peserta mendapatkan kesempatan untuk mempelajari strategi pengajaran inovatif, berpartisipasi dalam studi kasus yang mendalam, dan terlibat dalam diskusi yang memicu pemikiran kritis. Semua kegiatan ini dirancang untuk memberdayakan para peserta menjadi model percontohan dalam keterampilan klinis dan pengajaran yang efektif.
APTFI adalah organisasi yang beranggotakan institusi pendidikan tinggi farmasi di Indonesia. APTFI berperan aktif dalam mendukung pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas pendidikan, serta penyelenggaraan berbagai program pelatihan dan workshop untuk memajukan pendidikan farmasi di Indonesia.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si. menyampaikan, “Program pelatihan ini telah menjadi perjalanan yang luar biasa dalam belajar, kolaborasi, dan pertumbuhan. Kami sangat berterima kasih atas kolaborasi yang telah terjalin selama pelatihan ini. Kami berharap pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta dapat diterapkan di masing-masing institusi untuk meningkatkan standar pendidikan dan praktik farmasi di Indonesia.”