Pada Sabtu 21 Juni 2022, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (BEM FF UI) mengadakan diskusi publik bertajuk “Penelitian dan Pengembangan Obat Antivirus sebagai Strategi Kuratif Covid-19”. Tema ini diangkat karena beragamnya obat yang sedang diuji coba untuk mengobati Covid-19 sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya berbagai macam kesalahpahaman atau ketidakakuratan informasi yang diterima masyarakat terkait obat tersebut. Acara diskusi publik ini diadakan melalui aplikasi telekonferensi Zoom dan disiarkan secara langsung melalui YouTube BEM FF UI.
Acara dimulai pada pukul 13.10 WIB dan diawali dengan pembukaan oleh Keyika Sita Rae Aqillah Sukmawan selaku Master of Ceremony serta sambutan oleh Achmad Afdal Razzaq Fakhrezi selaku Project Officer, M. Mishbahus Surur selaku Ketua BEM FF UI 2022, dan Prof. Dr. Apt. Arry Yanuar, M.Si. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. Acara diskusi publik dipimpin oleh Edria Rasendriya, S.Farm. selaku moderator dan terdiri dari dua sesi pemaparan materi, yaitu sesi penjabaran materi oleh apt. Dra. Togi Junice Hutadjulu, MHA. selaku Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Badan POM mengenai “Tata Laksana Terapi Covid-19 dan Monitoring Farmakovigilans (Keamanan, Efikasi, dan Masalah Terkait Obat yang Terjadi)” dan sesi penjabaran materi oleh Prof. Dr. apt. Maksum Radji, M.Biomed selaku Guru Besar Farmasi FIKES UEU dan Purnabakti Guru Besar FF UI mengenai “Pengembangan Obat Covid-19: Jenis dan Mekanismenya”.
Sesi pemaparan pertama oleh apt. Dra. Togi Junice Hutadjulu, MHA. mengenai “Tata Laksana Terapi Covid-19 dan Monitoring Farmakovigilans (Keamanan, Efikasi, dan Masalah Terkait Obat yang Terjadi)” menjelaskan bahwa saat ini terdapat empat jenis obat yang telah mendapatkan izin EUA (Emergency Use Authorization) sebagai obat terapi Covid-19 di Indonesia. Keempat obat tersebut adalah Favipiravir, Remdesivir, Regdanvimab, dan Molnupiravir. EUA sendiri merupakan persetujuan penggunaan obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat. Di dalam Informatorium Edisi 3 yang diterbitkan oleh BPOM tercantum nama-nama obat terapi Covid-19 yang termasuk golongan antivirus, antara lain Favipiravir, Remdesivir, Molnupiravir, Proksalutamid, dan Oseltamivir. Berdasarkan data dari BPOM, terdapat beberapa industri farmasi di Indonesia yang sedang dalam tahap persiapan produksi obat antivirus Covid-19 dan sebagian di antaranya telah aktif memproduksi obat tersebut. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa tidak ada obat yang benar-benar aman karena setiap obat pasti memiliki efek samping masing-masing. Pentingnya peran BPOM adalah untuk mengawasi serta mengevaluasi peredaran obat di Indonesia. Oleh karena itu, Ibu Togi berpesan agar masyarakat dapat memanfaatkan laman situs resmi BPOM atau aplikasi Halo BPOM untuk memperoleh informasi yang akurat terkait obat-obatan sehingga masyarakat dapat terhindar dari hoaks yang beredar.
Sesi pemaparan kedua oleh Prof. Dr. apt. Maksum Radji, M.Biomed mengenai “Pengembangan Obat Covid-19: Jenis dan Mekanismenya” dibuka dengan pembahasan seputar struktur virus Covid-19 dan bagaimana proses replikasinya. Selain itu, proses infeksi Covid-19 sampai dengan terjadinya penyakit di tubuh manusia juga dibahas dalam sesi ini. Adapun sebagian besar obat antivirus yang sedang dikembangkan, seperti Favipiravir dan Remdesivir memiliki mekanisme kerja yang ditargetkan pada RdRp (RNA-dependent RNA polymerase) virus Covid-19 sehingga akan menghambat proses replikasi dari virus tersebut. Selain antivirus, terdapat pula tanaman herbal yang berpotensi menjadi pilihan obat terapi Covid-19. Dalam kolaborasi penelitian oleh UI dan IPB, disebutkan bahwa golongan senyawa yang berpotensi menjadi suplemen dalam penanganan Covid-19 adalah hesperidin, rhamnetin, kaempferol, kuersetin, dan myricetin yang terkandung dalam buah jambu biji, kulit jeruk, serta daun kelor. Selanjutnya, Prof Maksum juga menjelaskan terkait algoritma terapi Covid-19 yang berisi tatalaksana penanganan Covid-19 beserta langkah pengobatannya.
Acara diskusi publik diakhiri dengan sesi tanya jawab dari peserta kepada para narasumber. Sesi tanya jawab berlangsung secara kondusif, kritis, dan terbuka. Selain itu, di penghujung acara juga terdapat pengumuman pemenang games berhadiah untuk lima orang pemenang.
Kesimpulan dari diskusi publik ini adalah industri farmasi di Indonesia diharapkan semakin mandiri dalam memproduksi obat antivirus Covid-19. Selain itu, diperlukan adanya kolaborasi antar peneliti untuk terus mengkaji dan mengembangkan materi potensial yang dapat digunakan sebagai cikal bakal obat Covid-19, termasuk di dalamnya tanaman herbal. Akhir kata, dengan beredarnya beragam jenis obat Covid-19 masyarakat diharapkan lebih bijak dalam menyaring informasi, yang mana salah satu caranya adalah dengan membaca sumber akurat dari laman situs resmi BPOM selaku pihak yang berwenang dalam regulasi obat dan makanan di Indonesia.