Depok, 3 September 2024 – Pada 10 Agustus 2024, Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di Kampung Kadujangkung, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Kegiatan ini berfokus pada penggunaan bedak tabur kecombrang untuk mengatasi permasalahan kulit di masyarakat setempat. Tim Pengmas FFUI diketuai oleh Prof. Dr. apt. Anton Bahtiar, M.Biomed dan beranggotakan kurang lebih 15 orang yang terdiri dari Dosen, Tenaga Kependidikan, dan Mahasiswa FFUI.
Program ini dilatarbelakangi dengan ditemukannya sejumlah permasalahan kesehatan yang signifikan di Desa Kanekes, wilayah tempat tinggal suku Badui yang dikutip dari data Klinik Saung Sehat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak pada tahun 2021. Di antara temuan tersebut, tercatat 238 kasus penyakit kulit, 147 anak mengalami stunting, 112 kasus influenza, 8 infeksi luka terbuka, dan 4 pasien dengan gangguan jiwa atau ODGJ. Data ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk perhatian khusus dari pemerintah dan tenaga kesehatan, terutama dalam penanganan penyakit kulit yang banyak menyerang anak-anak di wilayah ini.
Akses masyarakat Badui terhadap layanan kesehatan modern masih terbatas. Jarak yang jauh ke Puskesmas dan rumah sakit menjadi kendala utama. Puskesmas terdekat harus ditempuh dengan jarak sekitar 10 kilometer, sementara rumah sakit rujukan berada 30 kilometer jauhnya di pusat kota Lebak. “Dengan keterbatasan ini, kami sangat menyadari pentingnya kolaborasi untuk meningkatkan layanan kesehatan di wilayah ini,” ungkap Ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Farmasi UI. Melihat kondisi ini, tim pengabdian masyarakat UI berupaya meningkatkan kesehatan masyarakat Badui dengan membuat poster bergambar. Poster ini diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan dalam menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat yang sebagian besar belum bisa membaca dan menulis.
Selain itu, tanaman Kecombrang (Etlingera elatior) telah lama digunakan oleh masyarakat Badui sebagai bahan alami untuk mandi dan menggosok gigi, menggantikan sabun kimia yang dilarang oleh adat setempat. “Kecombrang adalah contoh bagaimana kearifan lokal dapat diintegrasikan dengan praktik hidup bersih dan sehat (PHBS),” jelas Ketua Pengmas UI. Namun, penggunaan Kecombrang masih terbatas, dan diperlukan pendekatan yang lebih intensif serta berkelanjutan untuk mengedukasi masyarakat Badui, terutama dalam memperluas manfaatnya tanpa melanggar adat. Upaya ini harus dilakukan dengan tetap menghormati budaya dan tradisi masyarakat Badui.
Tim Pengmas FFUI juga mengajarkan cara membuat bedak tabur Kecombrang yang dapat dilakukan secara mandiri. Pertama, tanaman Kecombrang dipanen 10-20 cm dari pucuk bunga, kemudian dipotong-potong sepanjang 1 cm lalu dikeringkan dibawah atap yang terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering, potongan kecombrang dihaluskan dalam lumpang porslein atau kayu dan diayak agar lebih halus dan aduk hingga rata, lalu dimasukkan ke wadah tertutup. Bedak Kecombrang siap digunakan. Untuk penggunaannya cukup diusapkan pada kulit setelah mandi, sebanyak 2 kali sehari.
Pada Pengmas kali ini, Prof. Dr. apt. Anton Bahtiar, M.Biomed selaku ketua datang bersama beberapa anggota yang terdiri dari beberapa anggota yaitu Prof. Dr. Ade Arsianti, M.Si., Dr. apt. Iskandarsyah, M.Si., apt. Tri Wahyuni, M. Biomed, Ph.D., dan Ratri Syafira Putri, S.Psi.
Tim dari Fakultas Farmasi UI (FFUI) bekerja sama dengan Bidan Ira dari Dinas Kesehatan setempat serta beberapa sponsor dalam melaksanakan kegiatan ini. “Kami sangat berterima kasih kepada Bidan Ira yang telah membantu menyampaikan informasi tentang kebersihan kulit kepada masyarakat dan anak-anak melalui poster serta bedak tabur kecombrang.” ungkap Prof. Anton. Ia juga turut menyampaikan apresiasi atas dukungan dari PT Rohto dan PT Ultrasakti yang telah menyumbangkan produk pembersih kulit dan madu untuk masyarakat Badui.
“Dengan diberikannya media edukasi dalam bentuk poster, harapannya tenaga kesehatan dapat lebih mudah untuk mensosialisasikan materi edukasi terkait kesehatan kulit dan pembuatan Bedak Tabur secara mandiri oleh masyarakat target dalam hal ini masyarakat Badui”, ucap Ketua Pengmas FFUI yang juga merupakan Manajer Riset, Inovasi, dan Pengabdian Masyarakat FFUI. Semoga langkah ini dapat meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat Badui dalam menjaga kesehatan kulit, sekaligus memperkuat peran tenaga kesehatan dalam mendukung kemandirian masyarakat melalui edukasi yang efektif.