Depok, 18 Juli 2025 – Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) menerima kunjungan kerja dari Deputi I Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dalam rangka menjajaki penguatan kolaborasi dalam percepatan layanan publik, khususnya di bidang perizinan obat dan pangan berbasis teknologi digital dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Pertemuan berlangsung di Kampus FFUI, Depok, dan dipimpin langsung oleh Dekan FFUI, Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si.
Dalam diskusi tersebut, Deputi I BPOM menekankan pentingnya inovasi dalam proses registrasi obat yang saat ini menghadapi tantangan besar, seperti tingginya volume pendaftaran dan keterbatasan jumlah evaluator. Salah satu terobosan yang tengah dikembangkan BPOM adalah sistem registrasi terintegrasi dengan dukungan AI untuk mempermudah proses komparasi dokumen, sehingga evaluasi dapat dilakukan lebih cepat tanpa mengorbankan aspek mutu, keamanan, dan efikasi produk.
Menanggapi hal ini, FFUI menyambut baik peluang kolaborasi strategis dengan BPOM. Sebagai institusi pendidikan yang memiliki keunggulan di bidang farmasi klinik, teknologi farmasi, dan bioinformatika, FFUI siap berkontribusi melalui riset terapan, pengembangan tools berbasis AI untuk mendukung evaluator BPOM, serta keterlibatan mahasiswa dalam program tugas akhir dan magang berdampak.
“Fakultas Farmasi UI memandang kolaborasi dengan BPOM sebagai langkah krusial dalam membangun ekosistem inovasi pelayanan publik. Percepatan registrasi obat dan pangan berbasis AI bukan hanya tantangan teknologi, tetapi juga tantangan regulasi dan integritas data. Oleh karena itu, sinergi lintas disiplin sangat penting,” ujar Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si., Dekan FFUI.
Ia juga menambahkan bahwa FFUI siap menjembatani kolaborasi dengan fakultas lain di lingkungan UI, untuk memperkuat aspek teknis dan metodologis dalam pengembangan teknologi AI di sektor farmasi dan kesehatan masyarakat.
Saat ini, BPOM telah memulai uji coba penerapan AI dalam proses evaluasi dokumen kosmetik. Ke depan, pendekatan serupa akan diterapkan untuk registrasi obat dan pangan. Keterlibatan perguruan tinggi seperti UI diharapkan dapat menghasilkan solusi jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk penguatan SDM evaluator dan penyusunan kebijakan berbasis teknologi yang adaptif.
“Langkah awal sudah dimulai, selanjutnya perlu pembahasan lebih detail terkait quick wins, mitigasi risiko, dan arah kebijakan jangka panjang,” tutup Deputi I BPOM.
Dengan terbangunnya kolaborasi erat antara regulator dan akademisi, diharapkan sistem pelayanan publik di bidang obat dan pangan dapat menjadi lebih efisien, akurat, dan responsif terhadap kebutuhan