Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi telah lama dikenal sebagai salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum di masyarakat. Penyakit ini sering kali tidak menunjukkan gejala khas sehingga banyak orang baru menyadari kondisi mereka setelah mengalami komplikasi serius seperti stroke, penyakit jantung koroner, atau gagal ginjal. Menariknya, selama pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada tahun 2020-2022, hipertensi menjadi salah satu komorbiditas yang paling sering ditemukan pada pasien Covid-19, meningkatkan risiko komplikasi dan keparahan penyakit tersebut.
“Faktor genetik dan nongenetik sama-sama berperan dalam perkembangan hipertensi. Riwayat keluarga dengan hipertensi diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit ini sebesar 30-50%. Namun, faktor lain seperti usia, jenis kelamin, berat badan, perilaku kesehatan, pola makan, dan tingkat stres juga memiliki kontribusi yang signifikan”, ungkap Dr. apt. Ingrid Faustine, M.Sc. pada Sidang Promosi Doktor Ilmu Farmasi UI yang diselenggarakan pada Jumat (28/06/2024), di Ruang Sidang Besar Fakultas Farmasi UI.
Sebuah penelitian penting telah dilakukan oleh Dr. Ingrid Faustine, lulusan Program Studi Doktor Ilmu Farmasi di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, di bawah bimbingan Prof. Dr. apt. Amarila Malik, M.Si. (Guru Besar FFUI), Prof. Dr. apt. Retnosari Andrajati, M.S. (Guru Besar FFUI) dan Prof. Dr. rer. Physiol. dr. Septelia Inawati Wanandi (Guru Besar FKUI). Dalam disertasinya, Dr. Ingrid Faustine mengungkapkan profil genetik terkait gen penyandi Angiotensin Converting Enzyme (ACE), yang berperan dalam regulasi tekanan darah dan keterkaitan dengan kejadian serta keparahan Covid-19. Profil ini kemudian dikorelasikan dengan berbagai faktor nongenetik seperti usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, kadar Low Density Lipoprotein (LDL), kadar asam urat, dan kadar glukosa darah.
Personalisasi terapi menawarkan solusi yang lebih canggih dan efektif dalam penanganan penyakit kronis seperti hipertensi dan Covid-19. “Pendekatan ini bertujuan untuk merancang strategi kesehatan yang disesuaikan dengan profil genetik dan kondisi kesehatan masing-masing individu. Dengan demikian, diagnosis dan terapi yang diberikan dapat lebih tepat sasaran, meningkatkan peluang kesembuhan dan mengurangi risiko komplikasi”, jelas Dr. Ingrid.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ingrid, ditemukan bahwa gen ACE dapat berfungsi sebagai prediktor penting untuk kejadian hipertensi, terutama bila dikombinasikan dengan faktor-faktor nongenetik. Dr. Ingrid juga menemukan bahwa gen ACE bersama dengan komorbid hipertensi, jenis kelamin, kadar trigliserida, dan kadar High Density Lipoprotein (HDL) merupakan indikator signifikan untuk kejadian Covid-19. Lebih jauh lagi, kombinasi gen ACE, komorbid hipertensi, indeks massa tubuh, dan kadar asam urat dalam serum dapat menjadi prediktor keparahan Covid-19.
“Penemuan ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang bagaimana faktor genetik dan nongenetik berinteraksi dalam menentukan risiko penyakit, tetapi juga membuka jalan untuk pengembangan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai risiko individu secara lebih akurat”, kata Prof Amarila pada sambutannya selaku Promotor.
Melalui disertasinya, Dr. Ingrid Faustine juga berhasil merancang model instrumen translasi yang dapat digunakan untuk pengembangan terapi presisi. Model ini meliputi instrumen translasi untuk menilai risiko hipertensi, kejadian Covid-19, dan keparahan Covid-19. Dengan memanfaatkan data genetik dan nongenetik yang ada, instrumen ini dapat memberikan rekomendasi terapi yang lebih sesuai dengan profil risiko individu, sehingga memungkinkan penanganan yang lebih efektif dan personal.
Penelitian ini tidak hanya memiliki potensi untuk meningkatkan efektivitas terapi pada pasien individu tetapi juga dapat diterapkan dalam skala komunitas untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dengan perkembangan teknologi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor genetik dan nongenetik, masa depan terapi presisi terlihat semakin cerah dan menjanjikan.
Prof. Dr. apt. Hayun, M.Si., selaku Ketua Sidang mengungkapkan apresiasinya terhadap penelitian dari Dr. Ingrid yang menurutnya cukup kompleks. “Hasil penelitian Dr. Ingrid Faustine merupakan langkah maju yang signifikan dalam bidang kesehatan. Temuan ini menunjukkan bahwa penggabungan data genetik dan nongenetik dapat menghasilkan pendekatan terapi yang lebih efektif dan personal. Dengan adanya instrumen yang berbasis data ini, para profesional kesehatan dapat memberikan perawatan yang lebih tepat sasaran dan efisien, meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengurangi beban penyakit kronis seperti hipertensi dan Covid-19”, ujarnya.
Dr. Ingrid sendiri berharap kedepannya pendekatan terapi presisi ini akan menjadi standar dalam penanganan penyakit, memungkinkan individu untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik dan tepat sesuai dengan kebutuhan dan profil kesehatan mereka. Penelitian seperti yang dilakukan oleh Dr. Ingrid tidak hanya membantu para tenaga kesehatan memahami lebih baik hubungan antara faktor genetik dan nongenetik dengan penyakit, tetapi juga membuka peluang untuk inovasi dalam pengobatan dan perawatan kesehatan di masa depan.